Jumat, 13 Januari 2012

Trauma Kapitis

Pengertian
“Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent” (York, 2000). Sedangkan menurut Brunner & Suddarth (2000), trauma capitis adalah “gangguan traumatic yang menyebabkan gangguan fungsi otak disertai atau tanpa disertai perdarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak tanpa disertai pendarahan in testina dan tidak mengganggu jaringan otak”

Tipe-Tipe Trauma :


  1. Trauma Kepala Terbuka: Faktur linear daerah temporal menyebabkan pendarahan epidural, Faktur Fosa anterior dan hidung dan hematom faktur lonsitudinal. Menyebabkan kerusakan meatus auditorius internal dan eustachius.
  2. Trauma Kepala Tertutup
  • Comosio Cerebri, yaitu trauma Kapitis ringan, pingsan + 10 menit, pusing dapat menyebabkan kerusakan struktur otak.
  • Contusio / memar, yaitu pendarahan kecil di jaringan otak akibat pecahnya pembuluh darah kapiler dapat menyebabkan edema otak dan peningkatan TIK.
  • Pendarahan Intrakranial, dapat menyebabkan penurunan kesadaran, Hematoma yang berkembang dalam kubah tengkorak akibat dari cedera otak. Hematoma disebut sebagai epidural, Subdural, atau Intra serebral tergantung pada lokasinya.

Ada berbagai klasifikasi yang di pakai dalam penentuan derajat kepala.
The Traumatic Coma Data Bank mendefinisakan berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (cited in Mansjoer, dkk, 2000: 4):
Cidera kepala ringan/minor (kelompok resiko rendah)
  • Skor skala koma Glasglow 15 (sadar penuh,atentif,dan orientatif)
  • Tidak ada kehilangan kesadaran(misalnya konkusi)
  • Tidak ada intoksikasi alkohaolatau obat terlarang
  • Pasien dapat mengeluh nyeri kepala dan pusing
  • Pasien dapat menderita abrasi,laserasi,atau hematoma kulit kepala
  • Tidak adanya kriteria cedera sedang-berat.
Cidera kepala sedang (kelompok resiko sedang)
  • Skor skala koma glasgow 9-14 (konfusi, letargi atau stupor)
  • Konkusi
  • Amnesia pasca trauma
  • Muntah
  • Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda battle,mata rabun,hemotimpanum,otorhea atau rinorhea cairan serebrospinal).
Cidera kepala berat (kelompok resiko berat)
  • Skor skala koma glasglow 3-8 (koma)
  • Penurunan derajat kesadaran secara progresif
  • Tanda neurologis fokal
  • Cidera kepala penetrasi atau teraba fraktur depresikranium.

Menurut Keperawatan Klinis dengan pendekatan holistik (1995: 226):
Cidera kepala ringan /minor
  • SKG 13-15
  • Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.Tidak ada fraktur tengkorak,tidak ada kontusio cerebral,dan hematoma.
 Cidera kepala sedang
  • SKG 9-12
  • Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang dari 24 jam.Dapat mengalami fraktur tengkorak.
 Cidera kepala berat
  • SKG 3-8
  • Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam,juga meliputi kontusio serebral,laserasi atau hematoma intrakranial.                                        
Annegers ( 1998 ) membagi trauma kepala berdasarkan lama tak sadar dan lama amnesia pasca trauma yang di bagi menjadi :
  1. Cidera kepala ringan,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia berlangsung kurang dari 30 menit
  2. Cidera kepala sedang,apabila kehilangan kesadaran atau amnesia terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak
  3. Cidera kepala berat,apabiula kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam,perdarahan subdural dan kontusio serebri.

Arif mansjoer, dkk (2000) mengklasifikasikan cidera kepala berdasarakan mekanisme, keparahan dan morfologi cidera.
Mekanisme : berdasarkan adanya penetrasi durameter:
v      Trauma tumpul         : Kecepatan tinggi(tabrakan mobil).
                                          : Kecepatan rendah(terjatuh,di pukul).
v      Trauma tembus(luka tembus peluru dan cidera tembus lainnya.

Keparahan cidera
v      Ringan             : Skala koma glasgow(GCS) 14-15.
v      Sedang             : GCS 9-13.
v      Berat                : GCS 3-8.

Morfologi
v      Fraktur tengkorak       : kranium: linear/stelatum; depresi/non depresi; terbuka/tertutup. Basis:dengan/tanpa kebocoran cairan serebrospinal, dengan/tanpa kelumpuhan nervus VII.
v      Lesi intrakranial           : Fokal: epidural, subdural, intraserebral. Difus: konkusi ringan, konkusi klasik, cidera difus.

Jenis-jenis cidera kepala (Suddarth, dkk, 2000, l2210-2213)
  1. Cidera kulit kepala. Cidera pada bagian ini banyak mengandung pembuluh darah, kulit kepala berdarah bila cidera dalam. Luka kulit kepala maupun tempat masuknya infeksi intrakranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi atau avulsi.
  2. Fraktur tengkorak. Fraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak di sebabkan oleh trauma. Adanya fraktur tengkorak biasanya dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur terbuka maka dura rusak dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.
  3. Cidera Otak. Cidera otak serius dapat tejadi dengan atau tanpa fraktur tengkorak, setelah pukulan atau cidera pada kepala yang menimbulkan kontusio, laserasi dan hemoragi otak. Kerusakan tidak dapat pulih dan sel-sel mati dapat diakibatkan karena darah yang mengalir berhenti hanya beberapa menit saja dan kerusakan neuron tidak dapat mengalami regenerasi.
  4. Komosio. Komosio umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diri dalam waktu yang berakhir selama beberapa detik sampai beberapa menit. Komosio dipertimbangkan sebagai cidera kepala minor dan dianggap tanpa sekuele yang berarti. Pada pasien dengan komosio sering ada gangguan dan kadang efek residu dengan mencakup kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan kerja.
  5. Kontusio. Kontusio serebral merupakan didera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah haemoragi. Pasien tidak sadarkan dari, pasien terbaring dan kehilangan gerakkan, denyut nadi lemah, pernafsan dangkal, kulit dingin dan pucat, sering defekasi dan berkemih tanpa di sadari.
  6. Haemoragi intrakranial. Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi di dalam kubah kranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala, efek utama adalah seringkali lambat sampai hematoma tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak serta peningkatan TIK.
  7. Hematoma epidural (hamatoma ekstradural atau haemoragi). Setelah cidera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural (ekstradural) diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini karena fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal tengah putus /rusak (laserasi), dimana arteri ini berada di dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tulang temporal; haemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada otak.
  8. Hematoma sub dural. Hematoma sub dural adalah pengumpulan darah diantara dura dan dasar, suatu ruang yang pada keadaan normal diisi oleh cairan. Hematoma sub dural dapat terjadi akut, sub akut atau kronik. Tergantung ukuran pembuluh darah yang terkena dan jumlah perdarahan yang ada. Hematoma sub dural akut d hubungkan dengan cidera kepala mayor yang meliputi kontusio dan laserasi. Sedangkan Hematoma sub dural sub akut adalah sekuele kontusio sedikit berat dan di curigai pada pasien gangguan gagal meningkatkan kesadaran setelah trauma kepala. Dan Hematoma sub dural kronik dapat terjadi karena cidera kepala minor dan terjadi paling sering pada lansia.
  9. Haemoragi intraserebral dan hematoma. Hemoragi intraserebral adalah perdaraan ke dalam substansi otak. Haemoragi ini biasanya terjadi pada cidera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cidera peluru atau luka tembak; cidera kumpil).

Etiologi
Cedera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain :
  1. Benda Tajam. Trauma benda tajam dapat menyebabkan cedera setempat.
  2. Benda Tumpul, dapat menyebabkan cedera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/ kekuatan diteruskan kepada otak.

Kerusakan jaringan otak karena benda tumpul tergantung pada :
v      Lokasi
v      Kekuatan
v      Fraktur infeksi/ kompresi
v      Rotasi
v      Delarasi dan deselarasi

Mekanisme cedera kepala
  1. Akselerasi, ketika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam. Contoh : akibat pukulan lemparan.
  2. Deselerasi. Contoh : kepala membentur aspal.
  3. Deformitas. Dihubungkan dengan perubahan bentuk atau gangguan integritas bagan tubuh yang dipengaruhi oleh kekuatan pada tengkorak.

Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala cedera kepala dapat dikelompokkan dalam 3 kategori utama  ( Hoffman, dkk, 1996):
  1. Tanda dan gejala fisik/somatik: nyeri kepala, dizziness, nausea, vomitus
  2. Tanda dan gejala kognitif: gangguan memori, gangguan perhatian dan berfikir kompleks
  3. Tanda dan gejala emosional/kepribadian: kecemasan, iritabilitas
                                                                     
Gambaran klinis secara umum pada trauma kapitis :
  • Pada kontusio segera terjadi kehilangan kesadaran.
  • Pola pernafasan secara progresif menjadi abnormal.
  • Respon pupil mungkn lenyap.
  • Nyeri kepala dapat muncul segera/bertahap seiring dengan peningkatan TIK.
  • Dapat timbul mual-muntah akibat peningkatan tekanan intrakranial.
  • Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik dapat timbul segera atau secara lambat.

Pemeriksaan Dianostik:
  1. CT –Scan : mengidentifikasi adanya sol, hemoragi menentukan ukuran ventrikel pergeseran cairan otak.
  2. MRI : sama dengan CT –Scan dengan atau tanpa kontraks.
  3. Angiografi Serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
  4. EEG : memperlihatkan keberadaan/ perkembangan gelombang.
  5. Sinar X : mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (faktur pergeseran struktur dan garis tengah (karena perdarahan edema dan adanya frakmen tulang).
  6. BAER (Brain Eauditory Evoked) : menentukan fungsi dari kortek dan batang otak..
  7. PET (Pesikon Emission Tomografi) : menunjukkan aktivitas metabolisme pada otak.
  8. Pungsi Lumbal CSS : dapat menduga adanya perdarahan subaractinoid.
  9. Kimia/elektrolit darah : mengetahui ketidakseimbangan yang berpengaruh dalam peningkatan TIK.
  10. GDA (Gas Darah Arteri) : mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.
  11. Pemeriksaan toksitologi : mendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.
  12. Kadar antikonvulsan darah : dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

Komplikasi
  1. Kebocoran cairan serebrospinal akibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous dari tulang temporal.
  2. Kejang. Kejang pasca trauma dapat terjadi segera (dalam 24 jam pertama dini, minggu pertama) atau lanjut (setelah satu minggu).
  3. Diabetes Insipidus, disebabkan oleh kerusakan traumatic pada rangkai hipofisis meyulitkan penghentian sekresi hormone antidiupetik.

Penatalaksanaan Medik
Penatalaksanaan medik cedera kepala yang utama adalah mencegah terjadinya cedera otak sekunder. Cedera otak sekunder disebabkan oleh faktor sistemik seperti hipotesis atau hipoksia atau oleh karena kompresi jaringan otak (Tunner, 2000). Pengatasan nyeri yang adekuat juga direkomendasikan pada pendertia cedera kepala (Turner, 2000).
Penatalaksanaan umum adalah sebagai berikut :
·         Nilai fungsi saluran nafas dan respirasi.
·         Stabilisasi vertebrata servikalis pada semua kasus trauma.
·         Berikan oksigenasi.
·         Awasi tekanan darah
·         Kenali tanda-tanda shock akibat hipovelemik atau neuregenik.
·         Atasi shock
·         Awasi kemungkinan munculnya kejang.

Penatalaksanaan lainnya:
  1. Dexamethason/kalmethason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis sesuai dengan berat ringannya trauma.
  2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat). Untuk mengurangi vasodilatasi.
  3. Pemberian analgetika
  4. Pengobatan anti oedema dengan larutan hipertonis yaitu manitol 20% atau glukosa 40 % atau gliserol 10 %.
  5. Antibiotika yang mengandung barrier darah otak (penisilin).
  6. Makanan atau cairan. Pada trauma ringan bila terjadi muntah-muntah tidak dapat diberikan apa-apa, hanya cairan infus dextrosa 5% , aminofusin, aminofel (18 jam pertama dan terjadinya kecelakaan), 2-3 hari kemudian diberikana makanan lunak.
  7. Pada trauma berat, hari-hari pertama (2-3 hari), tidak terlalu banyak cairan. Dextrosa 5% untuk 8 jam pertama, ringer dextrose untuk 8 jam kedua dan dextrosa 5% untuk 8 jam ketiga. Pada hari selanjutnya bila kesadaran rendah, makanan diberikan melalui ngt (2500-3000 tktp). Pemberian protein tergantung nilai urea N.
Tindakan terhadap peningktatan TIK
  1. Pemantauan TIK dengan ketat.
  2. Oksigenisasi adekuat.
  3. Pemberian manitol.
  4. Penggunaan steroid.
  5. Peningkatan kepala tempat tidur.
  6. Bedah neuro.
Tindakan pendukung lain
  1. dukungan ventilasi.
  2. Pencegahan kejang.
  3. Pemeliharaan cairan, elektrolit dan keseimbangan nutrisi.
  4. Terapi anti konvulsan.
  5. Klorpromazin untuk menenangkan pasien.
  6. Pemasangan selang nasogastrik.

Pengkajian Keperawatan
Data tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin diperlukan oleh cedera tambahan pada organ-organ vital.
Aktivitas/ Istirahat
Gejala    :   Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan.
Tanda    :   Perubahan kesehatan, letargi
                  Hemiparase, quadrepelgia
                  Ataksia cara berjalan tak tegap
                  Masalah dalam keseimbangan
                  Cedera (trauma) ortopedi
                  Kehilangan tonus otot, otot spastik
Sirkulasi
Gejala    :   Perubahan darah atau normal (hipertensi)
                  Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi bradikardia disritmia).
Integritas Ego
Gejala    :   Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau dramatis)
Tanda    :   Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung depresi dan impulsif.
Eliminasi
Gejala    :   Inkontenensia kandung kemih/ usus atau mengalami gngguan fungsi.
Makanan/ cairan
Gejala    :   Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda    :   Muntah (mungkin proyektil)
                  Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia).
Neurosensoris
Gejala    :   Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus kehilangan pendengaran, fingking, baal pada ekstremitas.
Tanda    :   Perubahan kesadaran bisa sampai koma
                  Perubahan status mental
                  Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri)
                  Wajah tidak simetri
                  Genggaman lemah, tidak seimbang
                  Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah
                  Apraksia, hemiparese, Quadreplegia
Nyeri/ Kenyamanan
Gejala    :   Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda biasanya koma.
Tnda      :   Wajah menyeringai, respon menarik pada rangangan nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.
Pernapasan
Tanda    :   Perubahan pola nafas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Nafas berbunyi stridor, terdesak
                  Ronki, mengi positif
Keamanan
Gejala    :   Trauma baru/ trauma karena kecelakaan
Tanda    :   Fraktur/ dislokasi
                  Gangguan penglihatan
                  Gangguan kognitif
                  Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekutan secara umum mengalami paralisis
                  Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh
Interaksi Sosial
Tanda    :   Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang.

Diagnosa Keperawatan
  1. Perfusi jaringan serebral tidak efektif b/d interupsi aliran darah
  2. Resiko terhadap ketidakefektifan pola nafas b/d kerusakan neurovaskuler, kerusakan persepsi atau kognitif, obstruksi trakeo bronkial
  3. Perubahan persepsi sensori  b/d perubahan resepsi sensori, transmisi.
  4. Perubahan proses pikir b/d perubahan fisiologis, konflik psikologis.
  5. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan.
  6. Resiko infeksi b/d jaringan trauma, penurunan kerja silia, kekurangan nutrisi, respon inflamasi tertekan.

Hidrosefalus

Latar Belakang
Hidrosefalus dapat didefinisikan secara luas sebagai gangguan pembentukan aliran atau penyerapan LCS yang menyebabkan peningkatan volume pada CNS. Kondisi ini juga dapat didefinisikan gangguan hidrodinamik pada LCS. Hidrosefalus akut dapat terjadi dalam beberapa hari. Sub akut dalam mingguan dan yang kronik bulanan atau tahunan. Kondisi-kondisi seperti atrofi serebral dan lesi destruktif fokal juga menyebabkan peninmgkatan abnormal LCS dalam CNS. Pada situasi semacam ini, kehilangan jaringan serebral meninggalkan ruangan kosong yang secara pasif akan terisi dengan LCS. Kondisi semacam iu tidak disebabkan oleh gangguan hidrodinamik sehingga tidak diklasifikasikan sebagai hidrosefalus. Istilah lain yang dulu digunakan untuk kondisi tersebut adalah hidrosefalus ex vacuo.
Hidrosefalus dengan tekanan normal (NPH) digambarkan sebagai suatu kondisi yang jarang terjadi pada pasien yang lebih muda dari 60 tahun. Pelebaran ventrikel dan tekanan LCS normal pada lumbal pungsi (LP) dengan ketiadaan papil edema dimasukkan ke dalam NPH. Namun demikian, hipertensi intrakranial berulang ditemukan  pada pantauan pasien yang diduga mengidap NPH, biasanya pada malam hari. Trias gejala Hakim klasik termasuk apraksia, inkontinensia, dan demensia. Sakit kepala bukanlah gejala khas pada NPH.
Hidrosefalus eksternal benigna adalah suatu defisiensi absorbsi pada bayi dan anak-anak yang self limiting dengan peningkatan tekanan intracranial dan pelebarang ruang subarachnoid. Ventrikel biasanya tidak melebar terlalu besar dan resolusi terjadi dalam satu tahun.
Hidrosefalus yang berhubungan terjadi ketika adanya komunikasi penuh antara ventrikel dan rongga subarachnoid, disebabkan oleh over produksi LCS (jarang), gangguan penyerapan LCS (paling sering), atau insufisiensi drainase vena (kadang-kadang).
Hidrosefalus yang tidak berhubungan terjadi ketika aliran LCS tersumbat dalam system ventricular atau pada salurannya menuju ruang subarachnoid, menyebabkan ketidakberhubungan antara ventrikel / ruang subarachnoid.
Hidrosefalus obstruktif disebabkan oleh obstruksi aliran LCS (intraventrikuler atau ekstraventrikuler). Kebanyakan hidrosefalus adalah obstruktif, dan istilah ini digunakan untuk membedakan dengan hidrosefalus yang disebabkan oleh over produksi LCS.
Hidrosefalus tertahan, didefinisikan sebagai stabilisasi pelebaran ventrikel, mungkin adalah akibat sekunder dari mekanisme kompensasi. Pasien ini dapat mengalami dekompensasi, terutama setelah mendapat cedera kepala ringan.
Patofisiologi
Produksi LCS normal berkisar antara 0,20-0,35 ml/menit. Sebagian besar diproduksi oleh plexus choroideus yang terletak diantara sistem ventrikuler terutama pada ventrikel lateral dan ventrikulus quartus. Kapasitas ventrikel laeral dan tertius pada orang sehat sekitar 20 ml. Total volume LCS pada orang dewasa adalah 120 ml.
Rute LCS normal dari produksi sampai penyerapan adalah sebagai berikut : dari plexus choroideus, LCS mengalir ke ventrikel lateral, kemudian menuju foramen interventrikularis Monroe, menuju ventrikel tertius, aquaduktus Selvii, ventrikulus quartus, dua buah foramen Luschka di lateral dan satu foramen Magendie di medial, ruang subarachnoid, granulatio arachnoid, sinus dural, dan akhirnya menuju drainase venosa.
Tekanan intra kranial meningkat jika produksi melebihi absorbsi. Ini terjadi jika adanya over produksi LCS, peningkatan tahanan aliran LCS, atau peningkatan tekanan sinus venosus. Produksi LCS menurun jika tekanan intrakranial meningkat. Kompensasi dapat terjadi melalui penyerapan LCS transventrikuler dan juga dengan penyerapan pada selubung akar saraf. Lobus temporal dan frontal melebar lebih dulu, biasanya asimetris. Ini dapat menyebabkan kenaikan corpus callosum, penarikan atau perforasi septum pelucidum, penipisan selubung serebral, atau pelebaran ventrikel tertius ke bawah menuju fosa hipofisis ( yang dapat menyebabkan disfungsi hipofisis).
Mekanisme NPH belum dapat diketahui secara pasti. Teori-teori yang ada sekarang termasuk peningkatan tahanan aliran LCS dalam sistem ventrikuler atau vili subarachnoid. Peningkatan tekanan LCS secara intermiten, biasanya pada malam hari dan  pelebaran ventrikel disebabkan oleh peningkatan tekanan LCS awal. Pelebaran dipertahankan walaupun tekanan sudah normal karena hukum Laplace. Walaupun tekanan normal, pelebaran area ventrikuler menggambarkan peningkatan tekanan pada dinding ventrikel.
Mortalitas / Morbiditas
Pada hidrosefalus yang tidak diobati, kematian dapat terjadi oleh karena herniasi tonsillar yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intrakranial dengan kompresi pada batang otak dan memicu henti napas.
Ketergantungan  shunt terjadi pada 75 % dari seluruh kasus hidrosefalus yang diobati dan 50 % pada anak-anak dengan hidrosefalus berhubungan.
Pasien dirawat di rumah sakit untuk revisi shunt yang terjadwal atau pengobatan komplikasi shunt atau kegagalan shunt.
Perkembangan fungsi kognitif yang buruk pada bayi dan anak-anak, atau kehilangan fungsi kognitif pada dewasa, dapat merupakan komplikasi dari hidrosefalus yang tidak diobati. Keadaan ini dapat menetap setelah pengobatan.
Gangguan atau kehilangan penglihatan dapat merupakan komplikasi dari hidrosefalus yang tidak diobati dan mungkin menetap setelah pengobatan.
Jenis Kelamin
Umumnya, kejadiannya sama, baik pada pria maupun wanita.  Pengecualian pada sindrom Bickers-Adams dan hidrosefalus X-linked yang dibawa oleh wanita dan bermanifestasi pada pria.
Umur
Insidens hidrosefalus pada manusia menggambarkan kurva umur bimodal. Satu puncak pada bayi dan terkait dengan bermacam kelainan kongenital lainnya. Puncak lainnya terjadi pada dewasa, kebanyakan merupakan akibat NPH. Hidrosefalus pada dewasa mewakili sekitar 40 % dari total kasus hidrosefalus.
Gambaran Klinik
Riwayat :
Gambaran klinis hidrosefalus dipengaruhi oleh hal-hal berikut :
  • Umur pasien
  • Penyebab
  • Lokasi obstruksi
  • Durasi
  • Kecepatan onset
Gejala pada bayi
  • Sulit makan
  • Cengeng
  • Aktifitas berkurang
  • Muntah
Gejala pada anak
  • Perlambatan kapasitas mental
  • Sakit kepala (dimulai pada pagi hari) yang lebih parah dari bayi karena kekakuan tengkorak
    • Sakit leher yang menggambarkan herniasi tonsilar
    • Muntah, lebih banyak pada pagi hari
    • Penglihatan kabur yang merupakan konsekuensi dari papil edema dan atrofi optik
    • Penglihatan ganda berkaitan dengan kelumpuhan nervus keenam
    • Gangguan pertumbuhan dan kematangan seksual disebabkan oleh dilatasi ventrikel. Ini dapat menyebabkan obesitas dan menyebabkan penundaan onset pubertas
    • Kesulitan berjalan sebagai akibat sekunder dari spastisitas : ini mempengaruhi ekstremitas inferior secara berlawanan karena traktus piramidal periventrikular teregang oleh hidrosefalus.
Gejala pada dewasa
  • Penurunan fungsi kognitif : dapat dibingungkan dengan beberapa tipe demensia pada usia lanjut
  • Sakit kepala : lebih jelas pada pagi hari karena LCS diserap lebih sedikit pada posisi berbaring. Ini dapat dikurangi dengan posisi duduk. Jika kondisinya semakin parah, sakit kepala menjadi lebih berat dan berkelanjutan.
  • Sakit leher : jika ada, sakit kepala dapat mengindikasikan adanya protusio tonsil cerebelum kedalam foramen magnum.
  • Mual yang tidak diperparah dengan pergerakan kepala
  • Muntah : kadang-kadang eksplosif, muntah sangat jelas pada pagi hari.
  • Penglihatan kabur. Ini dapat menandakan adanya kerusakan saraf optik yang serius, yang harus diobati sebagai emergensi.
  • Penglihatan ganda karena kelumpuhan nervus enam
  • Kesulitan berjalan
  • Inkontinensia : menandakan adanya kerusakan parah pada lobus frontalis dan penyakit  yang sudah lanjut.
Gejala NPH
  • Gangguan gaya berjalan biasanya merupakan gejala awal dan dapat diikuti oleh gejala lainnya setelah beberapa bulan atau beberapa tahun.
  • Demensia digambarkan sebagai gangguan ingatan segera atau disebut juga dengan  ” lambat berpikir”. Spontanitas dan inisiatif berkurang, keadaanya bisa berbeda dari satu pasien dengan pasien lainnya.
  • Inkontinensia urin digambarkan sebagai kurangnya kesadaran untuk kebutuhan berkemih. Beberapa pasien mungkin menderita urgensi.
  • Gejala-gejala lainnya yang dapat terjadi termasuk perilaku agresif, gejala-gejala mirip parkinson dan kejang-kejang
Pemeriksaan Fisik
Bayi
  • Pembesaran  Kepala. Lingkar kepala berada pada 98 persentil dari umur atau lebih.
  • Lepasnya sutura : ini dapat dilihat atau diraba.
  • Pelebaran vena-vena scalp : scalp menjadi tipis dan berkilau dengan vena-vena yang mudah dilihat.
  • Ketegangan fontanela. Fontanela anterior pada bayi yang ditarik lurus dan tidak menangis mungkin sangat tegang.
  • Peningkatan tonus tungkai. Penyebabnya adalah peregangan serabut serabut traktus piramidal periventrikuler oleh hidrosefalus.
Anak-anak
  • Edema papil : jika peningkatan TIK tidak diobati dapat menyebabkan atrofi optik dan kebutaan
  • Tanda Macewen : suara pot pecah terdengar pada perkusi kepala
  • Gaya berjalan yang tidak stabil
  • Kepala besar : sutura tertutup namun peningkatan TIK kronik akan menyebabkan pertumbuhan kepala abnormal.
  • Kelumpuhan nervus enam unilateral atau bilateral karena peningkatan TIK.
Dewasa
  • Edema papil : karena peningkatan TIK, bisa menyebabkan atrofi nervus optikus.
  • Gaya berjalan yang tidak stabil : dikarenakan ataksia pada tungkai.
  • Kepala besar : kepala mungkin sudah besar sejak anak-anak.
  • Kelumpuhan nervus enam unilateral atau bilateral karena peningkatan TIK
NPH
  • Kekuatan otot biasanya normal, tidak ada gangguan sensoris.
  • Refleks dapat meningkat, dan refleks Babinsky dapat ditemukan pada satu atau kedua kaki.
  • Kesulitan berjalan : bervariasi dari ketidakseimbangan yang ringan sampai ketidakmampuan unuk berjalan atau berdiri.
  • Refleks menghisap dan menggenggam muncul pada tahap lanjut.
Etiologi
Penyebab kongenital pada bayi dan anak
  • Stenosis pada aquaductus Selvii karena malformasi : merupakan 10% penyebab hidrosefalus pada neonatus.
  • Malformasi Dandy – Walker : menyebabkan 2 – 4% hidrosefalus pada neonatus
  • Malformasi Arnold-Chiari tipe 1 dan tipe 2
  • Agenesis foramen Monroe
  • Toksoplasmosis kongenital
  • Sindrom Bickers-Adams : hidrosefalus terkait X terjadi pada 7 % kasus pada pria. Ditandai dengan stenosis aquaductus Selvii, retardasi mental yang parah, dan pada 50 % deformitas aduksi fleksi pada ibu jari.
Penyebab didapat pada bayi dan anak
  • Lesi besar terjadi pada 20 % kasus hidrosefalus pada anak-anak. Biasanya merupakan tumor (meduloblastoma, astrositoma), namun kista, abses atau hematom juga dapat menjadi penyebab.
  • Perdarahan intraventrikular dapat dikaitkan dengan prematuritas, trauma kepala, atau rupturnya malformasi vaskuler.
  • Infeksi : meningitis dan pada beberapa daerah sistisercosis dapat menyebabkan hidrosefalus.
  • Iatrogenik : hipervitaminosis A, menyebabkan peningkatan sekresi LCS dengan meningkatkan permeabilitas sawar darah otak.
  • Idiopatik
Penyebab hidrosefalus pada dewasa
  • Perdarahan subarachnoid menyebabkan sepertiga dari kasus ini oleh karena sumbatan vili arachnoidea
    • Idiopatik
    • Trauma kepala
    • Tumor dapat menyebabkan sumbatan dimana saja dari jalur LCS. Tumor yang tersering adalah ependimoma, subependimal giant cell astrositoma, papiloma pleksus choroideus, craniopharingioma, adenoma hipofisis, glioma hipotalamus atau nervus optikus, hamartoma, dan tumor metastase.
    • Setelah pembedahan fosa posterior dapat menyebabkan penyumbatan aliran LCS normal.
    • Stenosis aquaductus kongenital namun gejalanya baru muncul setelah dewasa
    • Meningitis terutama bakterial.
    • Semua penyebab hidrosefalus pada bayi dan anak-anak ada pada orang dewasa yang pada saat masa kanak-kanaknya menderita hidrosefalus.
Penyebab NPH
  • Perdarahan subarachnoid
    • Trauma kepala
    • Meningitis
    • Tumor
    • Pembedahan fosa posterior
    • Idiopatik
Diferensial Diagnosis
Glioma batang otak
Childhood Migraine Variants
Craniopharyngioma
Epidural Hematoma
Epilepsi lobus frontal
Sindrom lobus frontal
Demensia lobus frontal dan lobus temporal
Glioblastoma Multiforme
Sakit Kepala
Abses epidural intrakranial
Perdarahan intrakranial
Meningioma
Retardasi mental
Sakit kepala migren
Oligodendroglioma
Tumor hipofisis
Lymphoma CNS primer
Pseudotumor Cerebri
Subdural Empyema
Subdural Hematoma
Kehilangan penglihaan mendadak
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
Tidak ada pemeriksaan darah spesifik yang direkomendasikan
Pengujian genetik dan konseling direkomendasikan jika diduga hidrosefalus terkait X
Evaluasi LCS pada hidrosefalus post hemoragik dan post meningitis untuk memeriksa konsentrasi protein dan untuk menghilangkan infeksi residual.
Pemeriksaan Pencitraan
CT Scan untuk memeriksa ukuran ventrikel dan struktur lainnya
MRI dapat mengevaluasi malformasi chiari atau malformasi cerebellum atau tumor periaquaductus. MRI dapat membedakan NPH dengan atrofi serebral dan memeriksa aliran cairan di ventrikel dan aquaductus serebral
Kriteria pemeriksaan CT Scan / MRI pada hidrosefalus akut :
  • Ukuran kedua tanduk temporal lebih dari 2 ml, aquaductus selvii dan fisura interhemisfer tidak terlihat. Normalnya tanduk temporal tidak terlihat
  • Pada hidrosefalus rasio antara lebar terjauh tanduk frontal dan diameter internal lebih besar dari 0,5.
  • Absorbsi transependimal terlihat pada gambar sebagai periventrikular densitas rendah
    • Perubahan posisi korpus calossum pada MRI sagital
Kriteria pemeriksaan CT Scan / MRI pada hidrosefalus kronis :
  • Ventrikel tersier dapat berherniasi ke sela tursika
  • Corpus callosum dapat atrofi
USG melalui fontanela anterior pada bayi berguna untuk melihat adanya perdarahan subependimal dan intraventrikular.
Radionuklida sisternografi dapat dilakukan pada NPH untuk mengetahui prognosis.
Radiografi  tengkorak  dapat melihat erosi pada sela tursika
Pemeriksaan Lain
Setelah pemasangan shunt, konfirmasikan posisinya dengan menggunakan radiograf polos. Lakukan EEG jika terjadi kejang.
Gambaran Histologis
Penipisan dan peregangan korteks disebabkan pelebaran ventrikuler.
Pada fase akut, edema periventrikuler substansia alba diperiksa. Biasanya relatif sedikit lesi yang ada.
Pada stase lanjut edema menghilang, digantikan oleh fibrosis, degenerasi akson, demielinisasi, penipisan seluler dan kerusakan silia lebih lanjut.
Penatalaksanaan
Pengobatan
  • Pengobatan digunakan untuk menunda interfensi bedah
  • Pengobatan tidak efektif untuk jangka panjang pada hidrosefalus kronik.
  • Pengobatan mempengaruhi LCS dengan mekanisme :
    • Penurunan sekresi LCS dari pleksus choroideus, contohnya asetazolamid dan furosemid
    • Peningkatan reabsorbsi LCS : isosorbit ( keefektifannya dipertanyakan)
Pembedahan
  • Pengobatan dengan pembedahan adalah pilihan terapi yang dianjurkan.
  • Lumbal pungsi ulangan dapat dilakukan untuk kasus-kasus setelah perdarahan intraventrikuler, karena kondisi semacam ini dapat sembuh secara spontan.
  • Shunt sebetulnya dilaksanakan pada sebagian besar pasien. Hanya 25 % pasien hidrosefalus yang berhasil ditangani tanpa penggunaan shunt.
Komplikasi
  • Tergantung pada progresifitas hidrosefalus
    • Gangguan visual
    • Gangguan kognitif
    • Inkontinensia
    • Perubahan gaya berjalan
    • Terkait dengan pengobatan medis
      • Ketidakseimbangan elektrolit
      • Asidosis metabolik
      • Terkait dengan pembedahan
Prognosis
  • Hasil jangka panjang berkaitan langsung dengan penyebab hidrosefalus
  • Hampir 50% pasien dengan perdarahan intraventrikular yang luas menderita hidrosefalus yang permanen
  • Tingkat kepuasan yang dilaporkan untuk pengobatan pada 50 % pasien hidrosefalus dengan usia dibawah satu tahun dengan vital sign yang stabil dan fungsi ginjal yang normal adalah memuaskan.

GAGAL GINJAL AKUT

GAGAL GINJAL AKUT
DEFINISI

Gagal ginjal akut (GGA) adalah suatu sindrom klinis yang di tandai dengan penurunan mendadak (dalam beberapa jam sampai beberapa hari) laju filtrasi glomerulus (LFG), di sertai akumulasi nitrogen sisa metabolisme (ureum dan kreatinin).

GAGAL GINJAL AKUT PRARENAL
GGA prarenal atau azotemia prarenal atau di sebut juga sebagai GGA fungsional, di sebabkan oleh ferfusi glomerulus yang abnormal sehingga menurunkan LFG.

ETIOLOGI
Hipovolemia di sebabkan oleh;
• Kehilangan darah /plasma : perdarahan, luka baker.
• Kehilangan cairan melalui gastrointestinal, kulit, ginjal (diuretik, penyakit ginjal lain), pernafasan, pembedahan.
• Redistribusi dari intravaskuler ke ekstravaskuler (hipoalbuminemia, sindrom kompartemen ketiga, pankreatitis, peritonitis, kerusakan otot yang luas, sindrom distres pernafasan).
• Kekurangan asupan cairan.

Vasodilatasi sistemik;
• Sepsis
• Sirosis hati
• Anestesi/blokade ganglion
• Reaksi anafilaksis
• Vasodilatasi oleh obat

Penurunan curah jantung/kegagalan pompa jantung;
• Renjatan kardiogenik,infark jantung
• Gagal jantung kongestif (disfungsi miokard, katup jantung)
• Tamponade jantung
• Distrimia
• Emboli paru

Kegagalan autoregulasi
• Vasokontriksi praglomerulus oleh karena sepsis, hiperkalsemia, sindrom hepatorenal, obat-obat seperti inflamasi non steroid (AINS), adrenalin, noradrenalin, siklosporin, dan ampoterisin B.
• Vasodilatasi pascaglomerulus: di sebabkan oleh obat-obat penghambat angiotensin-converting enzyme (ACE), dan antagonis reseptor AT1 angiotensin.

PATOGENESIS
Obat golongan AINS dapat menyebabkan GGA pada sebagian orang yang aliran darah ginjal dan LFG di pertahankan atau memerlukan prostaglandin, keadaan ini sering di temukan pada hipovolemia, gagal jantung, sirosis, dan sepsis, serta sebagian pasien sindrom nefrotik.
Penghambat ACE dapat menimbulkan GGA prarenal pada sebagian pasien yang LFG-nya di pertahankan melalui vasokontriksi vasoeferen yang dimediasi oleh angiotensin-II.


GAGAL GINJAL AKUT RENAL
Banyak penyebab gagal ginjal akut renal yang di sebabkan langsung atau di eksaserbasi oleh berkurangnya aliran darah ginjal ke seluruh bagian atau sebagian ginjal. Penyebab kerusakan iskemik ini di sebabkan keadaan prarenal yang tidak teratasi. Penyebab lain adalah penyempitan atau stenosis arteri renalis sehingga mengurangi aliran darah ke seluruh ginjal.
Penyakit lain yang lebih komplek seperti eklamsia, rejeksi alograf, sepsis, sindrom hepatorenal juga merupakan penyakit iskemia ginjal.
Nekrosis Tubular Akut
Kebanyakan pasien dengan NTA tidak di biopsi, dan diagnosis di tegakkan atas dasar gejala dan perjalanan klinis saja. Pada NTA ini ternyata di dapatkan kontribusi perubuhan sel yang subletal seperti kehilangan lapisan brush border, membran plasma, polaritas membran, dan terlepasnya sel dari membran basalis, sehingga menyebabkan perubahan fungsional.

Nekrosis Tubular Akut Akibat Toksin
Umumnya kerusakan terjadi akibat kerusakan tubulus, akan tetapi dapat juga di sertai dengan gangguan hemodinamik sistemik maupun mekanisme autoregulasi ginjal.
Toksin Endogen: Mioglobulinuria, Hemoglobulinuria, Protein Mieloma
Mioglobulin adalah protein yang mengandung hemo (17kDa), di filtrasi glomerulus. Pada rabdomiolisis tubulus proksimal tak mampu meresorpsi protein ini sehingga mioglobulin menyumbat tubulus yang lebih distal (obstructing tubular casts). Selain itu mioglobulin memprovokasi terjadinya vasokontriksi oleh karena dapat mengikat nitrik oksida dan oleh karena rabdomiolisis luas yang menyebabkan penggumpalan cairan (kompartemen ke-3), sehingga terjadi hipovolemia.

Hemoglobulinuria
Hemoglobulin tak setoksik mioglobulin, dan jarang menyebabkan GGA kecuali apabila terjadi hemolisis intravaskular yang luas.

Light chains
GGA sering merupakan gejala mieloma, protein ini di filtrasi melalui glomerulus dan pada kosentrasi tertentu mencapai tubulus distal dan di situ akan terbentuk silinder yang menyumbat (cast nephrophaty).

Nefrotoksik Kontras
Prediktor dari GGA akibat kontras adalah usi lanjut, gangguan fungsi ginjal, diabetes dan miolema. Penurunan fungsi berlangsung selama 3-5 yang di mulai saat terpajan. Zat kontras dapat langsung nmerusak sel tubulus melalui efek hiperosmolar, memprovokasi produksi oksigen radikal bebas, dan juga menstimulasi vasokontriksi intrarenal. Pengelolaan kejadian ini hanya dengan cara pencegahan, 12 jam seelum tindakan di lakukan hidrasi dengan salin.

NEKROSIS KORTIKAL AKUT
Pada keadaan ini terjadi nekrosis pada daerah korteks ginjal yang ekstensif dan gagal ginjal tak dapat pulih lagi.
Terjadinya NKA tidak ada hubungannya dengan lama beratnya renjatan akan tetapi lebih berkaitan dengan tipe renjatannya. Prediktor NKA antara lain adalah endotoksinemia, koagulasi intravaskular diseminata (KID). Anak-anak lebih sering kemungkinannya di banding dewasa, seperti pad gastrointestinal berat, atau dengan peritonitis, sepsis.

GAGAL GINJAL AKUT PASCARENAL
Keadaan pascarenal adalah suatu keadaa dimana pembentukan urin cukup, namun alirannya dalam saluran kemih terhambat.obstruksi aliran ini akan mengakibatkan kegagalan filtrasi glomerulus dan transfor tubulus sehingga dapat mengakibatkan kerusakan yang permanen, tergantung berat dan lamanya obstruksi. Begatu terjadi hambatan aliran urin, terjadi kenaikan yang segara tekanan hidraulik tubulus proksimal, yang kemmudian di kompensasi dengan vasodilatasi arteriol eferen ginjal yang di mediasi oleh produksi prostaglandin; prostaksiklin dan prostaglandin E2.

DIAGNOSIS GAGAL GINJAL AKUT
Diagnosis GGA pada tahap dini hanya dapat di tegakkan apabila ada rasa curiga terhadap adanya GGA.hanya sedikit psien yang dapat menjelaskan adanyakelainan pada jumlan urin, warna keruh atau tidak, dsb.
Untuk mendiagnosis GGA di perlukan pemeriksaan yang berulang-ulang fungsi yaitu kadar ureum, kreatinin atau laju filtrasi glomerulus.

DIAGNOSIS PENYEBAB GGA
Anamnesis
Pada GGA perlu di perhatikan betul banyaknya asupan cairan (input), kehilangan cairan (output) melalui: urin, muntah, diare, keringat yang berlebih,dll, serta pencatatan berat badan pasien. Perlu di perhatikan kemungkinan kehilangan cairan ke ekstravaskular (redistribusi) seperti pada peritonitis, asetis, ileus paralitik, edema anasarka, trauma luas (kerusakan otot atau crush syndrome). Riwayat penyakit jantung, gangguan hemodinamik, adanya penyakit sirosis hati, hipoalbuminemia, alergi yang mengakibatkan penurunan volume efektif perlu selaludi tanyakan.

Pemeriksaan Fisis
Ada 3 hal penting yang harus di dapatkan pada pemeriksaan fisis pasien dengan GGA.
1. penentuan status volume sirkulasi
2. apakah ada tanda-tanda obstruksi saluran kemih
3. adakah tanda-tanda penyakit sistemik yang mungkin menyebabkan gagal ginjal
Tabel 2. evaluasi klinis intravaskular
Tanda Klinis Deplesi Cairan
1. tekanan vena jugular rendah
2. hipotensi; tekanan darah turun lebih dari 10 mmHg pada perubahan posisi (baring-duduk)
3. vena perifer kolaps dan perifer teraba dingin (hidung, jari-jari tangan, kaki)
Tanda Klinis Kelebihan Cairan
1. tekanan vena jugularis tinggi
2. terdengar suara gallop
3. hipertensi, edema perifer, pembengkakan hati, ronki di paru
Pada pemeriksaan fisis perlu di lakukan palpasi, perkusidaerah suprasifisis mencari adanya pembesaran kandung kemih, yang kemudian konfirmasi dengan pemasangan kateter.





Analisis Urin
Berat jenis urin yang tinggi lebih dari 1.020 menunjukkan prarenal, GN akut awal, sindrom hepatorenal, dan keadaan lain yang menurunkan perfusi ginjal. Berat jenis isosmolal (1.010) terdapat pada NTA, pascarenal dan penyakit intertisial (tubulointertisial). Pada keadaan ini BJ urin dapat meningkat kalaudalam urin terdapat banyak protein, glukosa, manitol, atau kontras radiologik.
Gambaran yangkhas pada NTA adalah urin yang berwarna kecoklatan dengan silinder mengandung sel tubulus, dan silinder yang besar (coarsely granulat broad casts).
Adanya kristal urat pada GGA menunjukkan adanya nefropati asam urat yang sering di dapat pada sindrom lisis tumor setelah pengobatan leukimia, limfoma. Kristal oksalat terlihat pada GGA akibat etilen glikol yang umumnya di akibatkan percobaan bunuh diri.

Penentuan Indikator Urin
Pada GGA prarenal aliran urin lambat sehingga lebih banyak ureum yang di absorpsihal ini menyebabkan perbandingan ureum/kretinin dalam darah meningkat.

Pemeriksaan Pencitraan
Pada GGA pemeriksaan USG menjadi pilihan utama untuk memperlihatkan anatomiginjal, dapat di peroleh informasi mengenai besar ginjal, ada tau tidaknya batu ginjal dan ada atau tidaknya hidronefrosis. Pemeriksaan USG juga dapat menentukan apakah gangguan fungi ginjal ini sudah terjadi lama (GGK), yaitu apabila di temukan gambaran ginjal yang sudah kecil.

Pemeriksaan Biopsi Ginjal dan Serologi
Indikasi yang memerlukan biopsi adalah apabila penyebab GGA tak jelas atau berlangsung lama, atau terdapat tanda glomerulonefrosis atau nefritis intertisisl.

PENGELOLAAN GGA
Prinsip pengelolaannya di mulai dengan mengidentifikasi pasien yang berisiko GGA (sebagai tindak pencegahan), mengatasi penyakit penyebab GGA, mempertahankan hemoestatis; mempertahankan euvolemia, keseimbangan cairandan elektrolit, mencegah komplikasimetabolik seperti hiperkalemia, asidosis, hiperfosfatemia, mengevaluasi status nutrisi, kemudian mencegah infeksi dan selalu mengevaluasi obat –obat yang di pakai.

Pengelolaan medis GGA
Pada GGA terdapat 2 masalah yang sering di dapatkan yang mengancam jiwa yaitu edema paru dan hiperkalemia.

Edema paru
Keadaan ini terjadi akibat ginjal tak dapat mensekresi urin, garam dalam jumlah yang cukup. Posisi pasien setengah duduk agar cairan dalam paru dapat didistribusi ke vaskular sistemik, di pasang oksigen, dan di berikan diuretik kuat (furosemid inj.).

Hiperkalemia
Mula-mula di berikan kalsium intravena (Ca glukonat) 10% sebanyak 10 ml yang dapat di ulangi sampai terjadi perubahan gelombang T. Belum jelas cara kerjanya, kadar kalium tak berubah, kerja obat ini pada jatung berfungsi untuk menstabilkan membran. Pengaruh obat ini hanya sekitar 20-60 menit.
Pemberian infus glukosa dan insulin (50 ml glukosa 50% dengan 10 U insulin kerja cepat) selama 15 menit dapat menurunkan kalium 1-2mEq/L dalam waktu 30-60 menit. Insulin bekerja dengan menstimulasi pompa N-K-ATPase pada otot skelet dan jantung, hati dan lemak, memasukkan kalium kedalam sel. Glukosa di tambahkan guna mencegah hipoglikemia.
Obat golongan agonis beta seperti salbutamol intravena (0,5mg dalam 15 menit) atau inhalasi nebuliser (10 atau 20mg) dapat menurunkan 1mEq/L. Obat ini bekerja dengan mengaktivasi pompa Na-K-ATPase. Pemberian sodium bikarbonat walaupun dapat menurukan kalium tidak begitu di anjurkan oleh karena menambah jumlah natrium, dapat menimbulkan iritasi, menurunkan kadar kalsium sehingga dapat memicu kejang. Tetapi bermanfaatapbila ada asidosis atau hipotensi.

Pemberian diuretik
Pada GGA sering di berikan diuretik golongan loop yang sering bermanfaat pada keadaan tertentu. Pemberian diuretik furosemid mencegah reabsorpsi Na sehingga mengurangi metabolisme sel tubulus, selain itu juga di harapkan aliran urin dapat membersihkan endapan, silinder sehingga menghasilkan obstruksi, selain itu furosemid dapat mengurangi masa oliguri.
Dosis yang di berikan amat bervariasi di mulai dengan dosis konvensional 40 mg intravena, kemudian apabila tidak ada respons kenaikan bertahap dengan dosis tinggi 200 mg setiap jam, selanjutnya infus 10-40 mg/jam. Pada tahap lebih lanjut apabila belum ada respons dapat di berikan furosemid dalam albumin yang di berikan secara intravena selama 30 menit dengan dosis yang sama atau bersama dengan HCT.

Nutrisi
Pada GGA kebutuhan nutrisi di sesuaikan dengan keadaan proses kataboliknya.
GGA menyebabkan abnormalitas metabolisme yag amat kompleks, tidak hanya mengatur air, asam-basa, elektrolit, tetapi juga asam amino/protein, karbohidrat, dan lemak.

Dialisis atau Pengobatan Pengganti Ginjal
Indikasi yang mutlak untuk dialisis adalah terdapatnya sindrom uremia dan terdapatnya kegawatan yang mengancam jiwa yaitu hipervolemia (edema paru), hiperkalemia, atau asidosis berat yang resisten terhadap pengobatan konservatif.
Pengobatan pengganti ginjal secara kontinyu dengan CAVH (continous arterivenous hemofiltration) yang tidak memerlukan mesin pompa sederhana. CAVH dan CVVH berdasarkan prinsip pengeluaran cairan bersama solutnya melalui membran semipermeabel atau hemofilter oleh karena perbedaan tekanan (convective clearanc

Tekanan darah tinggi

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis di mana terjadi peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang mempunyai sekurang-kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90 mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. Tekanan darah yang selalu tinggi adalah salah satu faktor risiko untuk stroke, serangan jantung, gagal jantung dan aneurisma arterial, dan merupakan penyebab utama gagal jantung kronis

Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari 120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam jangka beberapa minggu.

[sunting] Klasifikasi

Klasifikasi Tekanan Darah Pada Dewasa menurut JNC VII [1]
Kategori Tekanan Darah Sistolik Tekanan Darah Diastolik
Normal < 120 mmHg (dan) < 80 mmHg
Pre-hipertensi 120-139 mmHg (atau) 80-89 mmHg
Stadium 1 140-159 mmHg (atau) 90-99 mmHg
Stadium 2 >= 160 mmHg (atau) >= 100 mmHg
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut.
Sejalan dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah; tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus meningkat sampai usia 55-60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau bahkan menurun drastis.
Dalam pasien dengan diabetes mellitus atau penyakit ginjal, penelitian telah menunjukkan bahwa tekanan darah di atas 130/80 mmHg harus dianggap sebagai faktor risiko dan sebaiknya diberikan perawatan.

[sunting] Pengaturan tekanan darah

Meningkatnya tekanan darah di dalam arteri bisa terjadi melalui beberapa cara:
  • Jantung memompa lebih kuat sehingga mengalirkan lebih banyak cairan pada setiap detiknya
  • Arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, sehingga mereka tidak dapat mengembang pada saat jantung memompa darah melalui arteri tersebut. Karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melalui pembuluh yang sempit daripada biasanya dan menyebabkan naiknya tekanan. Inilah yang terjadi pada usia lanjut, dimana dinding arterinya telah menebal dan kaku karena arteriosklerosis. Dengan cara yang sama, tekanan darah juga meningkat pada saat terjadi "vasokonstriksi", yaitu jika arteri kecil (arteriola) untuk sementara waktu mengkerut karena perangsangan saraf atau hormon di dalam darah.
  • Bertambahnya cairan dalam sirkulasi bisa menyebabkan meningkatnya tekanan darah. Hal ini terjadi jika terdapat kelainan fungsi ginjal sehingga tidak mampu membuang sejumlah garam dan air dari dalam tubuh. Volume darah dalam tubuh meningkat, sehingga tekanan darah juga meningkat.
Sebaliknya, jika:
  • Aktivitas memompa jantung berkurang
  • Arteri mengalami pelebaran
  • Banyak cairan keluar dari sirkulasi
Maka tekanan darah akan menurun atau menjadi lebih kecil.

Penyesuaian terhadap faktor-faktor tersebut dilaksanakan oleh perubahan di dalam fungsi ginjal dan sistem saraf otonom (bagian dari sistem saraf yang mengatur berbagai fungsi tubuh secara otomatis).
Perubahan fungsi ginjal
Ginjal mengendalikan tekanan darah melalui beberapa cara:
  • Jika tekanan darah meningkat, ginjal akan menambah pengeluaran garam dan air, yang akan menyebabkan berkurangnya volume darah dan mengembalikan tekanan darah ke normal.
  • Jika tekanan darah menurun, ginjal akan mengurangi pembuangan garam dan air, sehingga volume darah bertambah dan tekanan darah kembali ke normal.
  • Ginjal juga bisa meningkatkan tekanan darah dengan menghasilkan enzim yang disebut renin, yang memicu pembentukan hormon angiotensin, yang selanjutnya akan memicu pelepasan hormon aldosteron.
Ginjal merupakan organ penting dalam mengendalikan tekanan darah; karena itu berbagai penyakit dan kelainan pda ginjal bisa menyebabkan terjadinya tekanan darah tinggi.
Misalnya penyempitan arteri yang menuju ke salah satu ginjal (stenosis arteri renalis) bisa menyebabkan hipertensi.
Peradangan dan cedera pada salah satu atau kedua ginjal juga bisa menyebabkan naiknya tekanan darah.
Sistem saraf otonom
Sistem saraf simpatis merupakan bagian dari sistem saraf otonom, yang untuk sementara waktu akan:
  • meningkatkan tekanan darah selama respon fight-or-flight (reaksi fisik tubuh terhadap ancaman dari luar)
  • meningkatkan kecepatan dan kekuatan denyut jantung; juga mempersempit sebagian besar arteriola, tetapi memperlebar arteriola di daerah tertentu (misalnya otot rangka, yang memerlukan pasokan darah yang lebih banyak)
  • mengurangi pembuangan air dan garam oleh ginjal, sehingga akan meningkatkan volume darah dalam tubuh
  • melepaskan hormon epinefrin (adrenalin) dan norepinefrin (noradrenalin), yang merangsang jantung dan pembuluh darah.

[sunting] Gejala

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala; meskipun secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan kelelahan; yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala berikut:
  • sakit kepala
  • kelelahan
  • mual
  • muntah
  • sesak napas
  • gelisah
  • pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata, jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

[sunting] Penyebab hipertensi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis :
  1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak / belum diketahui penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90 % dari seluruh hipertensi).
  2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/ sebagai akibat dari adanya penyakit lain.
Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab; beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama-sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.
Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar 5-10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1-2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB).
Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin).
Kegemukan (obesitas), gaya hidup yang tidak aktif (malas berolah raga), stres, alkohol atau garam dalam makanan; bisa memicu terjadinya hipertensi pada orang-orang memiliki kepekaan yang diturunkan. Stres cenderung menyebabkan kenaikan tekanan darah untuk sementara waktu, jika stres telah berlalu, maka tekanan darah biasanya akan kembali normal.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder:
  1. Penyakit Ginjal
    • Stenosis arteri renalis
    • Pielonefritis
    • Glomerulonefritis
    • Tumor-tumor ginjal
    • Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan)
    • Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
    • Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
  2. Kelainan Hormonal
  3. Obat-obatan
  4. Penyebab Lainnya
    • Koartasio aorta
    • Preeklamsi pada kehamilan
    • Porfiria intermiten akut
    • Keracunan timbal akut.

[sunting] Obat tradisional yang dapat digunakan

  • Teh Murbei [1]
  • daun cincau hijau
  • seladri (tidak boleh lebih 1-10 gr per hari, karena dapat menyebabkan penurunan tekanan darah secara drastis)
  • bawang putih (tidak boleh lebih dari 3-7 siung sehari)
  • Rosela [2]
  • daun misai kucing
  • minuman serai. teh serai yang kering atau serai basah(fresh) diminum 3 kali sehari. Dalam seminggu dapat nampak penurunan tekanan darah tinggi

Kista Ovarium

Kista ovarium merupakan suatu pengumpulan cairan yang terjadi pada indung telur atau ovarium. Cairan yang terkumpul ini dibungkus oleh semacam selaput yang terbentuk dari lapisan terluar dari ovarium.
Penyebab
Kista ovarium terbentuk oleh bermacam sebab. Penyebab inilah yang nantinya akan menentukan tipe dari kista. Diantara beberapa tipe kista ovarium, tipe folikuler merupakan tipe kista yang paling banyak ditemukan. Kista jenis ini terbentuk oleh karena pertumbuhan folikel ovarium yang tidak terkontrol.
Folikel adalah suatu rongga cairan yang normal terdapat dalam ovarium. Pada keadaan normal, folikel yang berisi sel telur ini akan terbuka saat siklus menstruasi untuk melepaskan sel telur. Namun pada beberapa kasus, folikel ini tidak terbuka sehingga menimbulkan bendungan carian yang nantinya akan menjadi kista.
Cairan yang mengisi kista sebagian besar berupa darah yang keluar akibat dari perlukaan yang terjadi pada pembuluh darah kecil ovarium. Pada beberapa kasus, kista dapat pula diisi oleh jaringan abnormal tubuh seperti rambut dan gigi. Kista jenis ini disebut dengan Kista Dermoid.
Gejala
Sebagian besar wanita tidak menyadari bila dirinya menderita kista. Seandainya menimbulkan gejala maka keluhan yang paling sering dirasakan adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah dan pinggul. Rasa nyeri ini timbul akibat dari pecahnya dinding kista, pembesaran kista yang terlampau cepat sehingga organ disekitarnya menjadi teregang, perdarahan yang terjadi di dalam kista dan tangkai kista yang terpeluntir.

Diagnosa
Pemeriksaan USG masih menjadi pilihan utama untuk mendeteksi adanya kista. Selain itu, MRI dan CT Scan bisa dipertimbangkan tetapi tidak sering dilakukan karena pertimbangan biaya.
Komplikasi
Beberapa ahli mencurigai kista ovarium bertanggung jawab atas terjadinya kanker ovarium pada wanita diatas 40 tahun. Mekanisme terjadinya kanker masih belum jelas namun dianjurkan pada wanita yang berusia diatas 40 tahun untuk melakukan skrining atau deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
Faktor resiko lain yang dicurigai adalah penggunaan kontrasepsi oral terutama yang berfungsi menekan terjadinya ovulasi. Maka dari itu bila seorang wanita usia subur menggunakan metode konstrasepsi ini dan kemudian mengalami keluhan pada siklus menstruasi, lebih baik segera melakukan pemeriksaan lengkap atas kemungkinan terjadinya kanker ovarium.
Pengobatan
Umumnya kista ovarium pada wanita usia subur akan menghilang dengan sendirinya dalam 1 sampai 3 bulan. Meskipun ada diantaranya yang pecah namun tidak akan menimbulkan gejala yang berarti. Kista jenis ini termasuk jinak dan tidak memerlukan penanganan medis. Kista biasanya ditemukan secara tidak sengaja saat dokter melakukan pemeriksaan USG.
Meskipun demikian, pengawasan tetap harus dilakukan terhadap perkembangan kista sampai dengan beberapa siklus menstruasi. Bila memang ternyata tidak terlalu bermakna maka kista dapat diabaikan karena akan mengecil sendiri.
Pemeriksaan USG sangat berperanan dalam menentukan langkah penatalaksanaan kista ovarium. Dengan USG dapat dilihat besarnya kista, bentuk kista, isi dari kista dan lain sebagainya.
Jika memang kista ovarium tumbuh membesar dan menimbulkan keluhan akibat dari peregangan organ sekitar kista maka perlu dipertimbangkan untuk melakukan operasi pengangkatan kista. Jangan lupa untuk segera membawa jaringan kista ke laboratorium patologi anatomi untuk mengetahui kemungkinan kista tersebut berkembang menjadi kanker

Kanker Payudara

Apa itu kanker payudara ?

Kanker payudara adalah keganasan yang bermula dari sel-sel di payudara. Hal ini terutama menyerang wanita, tetapi tidak menutup kemungkinan terjadi juga pada pria.

Anatomi Payudara Wanita

Kanker payudara adalah suatu penyakit dimana sel-sel ganas terbentuk pada jaringan payudara. Mari kita pelajari struktur anatomi payudara normal.



Gambar Anatomi Payudara
Payudara wanita terdiri dari kelenjar yang membuat air susu ibu (disebut lobulus), saluran kecil yang membawa susu dari lobulus ke puting (disebut duktus), lemak dan jaringan ikatnya, pembuluh darah, dan kelenjar getah bening. Sebagian besar kanker payudara bermula pada sel-sel yang melapisi duktus (kanker duktal), beberapa bermula di lobulus (kanker lobular), dan sebagian kecil bermula di jaringan lain.

Sistem Getah Bening

Sistem getah bening adalah salah satu cara utama kanker payudara menyebar. Sel-sel kanker payudara dapat memasuki pembuluh limfe dan mulai tumbuh di kelenjar getah bening. Jika sel-sel kanker payudara telah mencapai pembuluh getah bening di ketiak (node axilaris), tandanya adalah pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak. Bila ini terjadi maka kemungkinan besar sel-sel kanker juga masuk ke aliran darah dan menyebar ke organ tubuh lainnya. Hal ini dapat mempengaruhi opsi pengobatan kanker dari dokter Anda.

Benjolan Payudara Bukan Kanker

Kebanyakan benjolan yang terjadi pada payudara adalah bukan kanker. Namun demikian, beberapa perlu diteliti dibawah mikroskop untuk memastikan mereka bukan kanker.

Perubahan Fibrokistik

Kebanyakan benjolan di payudara ternyata hanyalah perubahan fibrokistik. Istilah fibrokistik mengacu pada fibro dan kista. Fibrosis adalah pembentukan jaringan parut, sedangkan kista adalah kantung berisi cairan. Perubahan fibrokistik dapat menyebabkan payudara bengkak dan nyeri. Seringkali terjadi sebelum periode menstruasi dimulai. Payudara dapat terasa kenyal dan kadang keluar cairan bening/susu dari puting.

Jenis-jenis Kanker Payudara

Ada banyak jenis kanker payudara, namun beberapa di antaranya sangat langka. Kadang suatu tumor payudara tunggal dapat merupakan perpaduan dari jenis dibawah ini atau campuran antara kanker invasif dan in situ.

Duktal Karsinoma in situ (DCIS): ini adalah tipe kanker payudara non-invasif paling umum. DCIS berarti sel-sel kanker berada di dalam duktus dan belum menyebar keluar dinding duktus ke jaringan payudara disekitarnya.

Sekitar 1 dari 5 kasus baru kanker payudara adalah DCIS. Hampir semua wanita dengan kanker pada tahap awal ini dapat disembuhkan. Sebuah mamografi seringkali adalah cara terbaik untuk deteksi dini DCIS.

Ketika terdiagnosa DCIS, ahli patologi biasanya akan mencari area dari sel-sel kanker yang telah mati, disebut nekrosis tumor dalam sample jaringan. Bila nekrosis ditemukan, maka tumor agaknya lebih bersifat agresif. Istilah comedocarsinoma kadang digunakan untuk menjelaskan DCIS dengan nekrosis.

Lobular karsinoma in situ (LCIS): Meskipun sebenarnya ini bukan kanker, tetapi LCIS kadang digolongkan sebagai tipe kanker payudara non-invasif. Bermula dari kelenjar yang memproduksi air susu, tetapi tidak berkembang melewati dinding lobulus.

Kebanyakan ahli kanker berpendapat bahwa LCIS sendiri sering tidak menjadi kanker invasive, tetapi wanita dengan kondisi ini memiliki resiko lebih tinggi untuk berkembang menjadi kanker payudara invasive pada payudara yang sama atau berbeda. Untuk itu, mamografi rutin sangat disarankan. Invasif (atau infiltrating) Duktal Karsinoma (IDC): Ini adalah kanker payudara paling umum dijumpai. Bermula dari duktus, menerobos dinding duktus, dan berkembang ke dalam jaringan lemak payudara. Pada titik ini, itu mungkin menyebar (bermetastasis) ke organ tubuh lainnya melalui sistem getah bening dan aliran darah. Sekitar 8 dari 10 kanker payudara invasive adalah jenis ini. Invasif (infiltrating) Lobular Karsinoma (ILC): kanker ini dimulai dalam lobulus. Seperti IDC, ia dapat menyebar (bermetastasis) ke bagian lain dari tubuh. Sekitar 1 dari 10 kanker payudara invasif adalah dari jenis ini. ILC lebih sulit terdeteksi melalui mammogram daripada IDC.

Jenis-jenis Kanker Payudara yang Jarang Terjadi

Kanker Payudara Terinflamasi (IBC): Jenis kanker payudara invasif yang jarang terjadi ini, statistiknya adalah sekitar 1-3% dari semua kasus kanker payudara. Biasanya tidak terjadi benjolan tunggal atau tumor. Sebaliknya, IBC membuat kulit payudara terlihat merah dan terasa hangat. Hal ini juga membuat kulit payudara tampak tebal dan mengerut, seperti kulit jeruk. Dokter biasanya baru mengetahui bahwa perubahan ini bukan disebabkan oleh inflamasi/peradangan atau infeksi, tetapi karena sel-sel kanker telah memblokir pembuluh getah bening di kulit. Payudara yang terkena biasanya lebih besar, kenyal, lembek atau gatal. Pada tahap awal, jenis kanker ini kadang salah diartikan sebagai infeksi payudara (mastitis) dan diobati dengan antibiotic. Bila tidak juga membaik, biasanya dokter akan menyarankan biopsy. Karena tidak terjadi benjolan, jenis ini biasanya tidak terdeteksi saat mammogram. Jenis kanker ini biasanya cenderung menyebar dan kelihatannya lebih buruk daripada tipe IBC ataupun ILC.

Penyakit Paget pada Puting: Jenis kanker payudara ini dimulai pada duktus dan menyebar ke kulit puting dan kemudian ke areola (lingkaran gelap di sekeliling putting). Jenis ini jarang terjadi (hanya sekitar 1% dari semua kasus kanker payudara). Tandanya adalah kulit puting dan areola pecah-pecah, bersisik, dan merah, dengan adanya area berdarah. Pasien biasanya melihat adanya area yang seperti terbakar atau gatal.

Penyakit Paget seringkali diasosiasikan dengan DCIS, atau lebih sering IDC. Pengobatannya seringkali memerlukan mastektomi. Jika DCIS hanya ditemukan (tanpa kanker invasif), ketika payudara diangkat, harapan sembuhnya sangat baik.

APENDIKSITIS AKUT

Apendiks disebut juga umbai cacing, istilah usus buntu yang dikenal di masyarakat awam adalah kurang tepat karena usus buntu sebenarnya adalah sekum. Organ yang tidak diketahui fungsinya ini sering menimbulkan masalah kesehatan. Peradangan akut apendiks memerlukan tindakan bedah segera untuk mencegah komplikasi yang umumnya berbahaya (De Jong, 2004)
Apendik adalah suatu struktur kecil, berbentuk seperti tabung yang berkait menempel pada bagian awal dari sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar di bagian distal. Apendik terletak di kuadran kanan bawah abdomen. Apendik tidak diketahui fungsinya, sehingga operasi pengangkatan apendik tidak menyebabkan gangguan fungsi pencernaan.
Sekitar 7 % orang-orang di Negara barat mengalami apendisitis pada suatu waktu ketika mereka hidup dan sekitar 250.000 apendiktomi pada akut apendisitis dilakukan untuk tiap-tiap tahun di Amerika. Insidensinya telah menurun secara stabil selama kurun waktu 25 tahun terakhir, hal ini diduga disebabkan oleh meningkatnya pegunaan makanan berserat dalam menu sehari-hari. Namun insidensi di negara-negara berkembang yang pada kurun waktu sebelumnya sangat sedikit angka insidensinya tapi sekarang sudah mulai naik sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan perubahan gaya hidup manusianya (Santacroce, 2005).
Apendisitis dapat ditemukan pada semua umur, hanya pada anak kurang dari satu tahun jarang dilaporkan. Insidensi tertinggi pada kelompok umur 20-30 tahun, setelah itu menurun. Insidens pada laki-laki dan perempuan umumnya sebanding, kecuali pada umur 20-30 tahun, insidens lelaki lebih tinggi (De Jong, 2004)
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikan tekanan inta sekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apensitis akut.
Pada bayi apendik berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak intraperitoneal. Kedudukan itu memeungkinkan apendiks bergerak dan ruang geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya.
Pada kasus selebihnya, apendiks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang kolon asendens, atau di tepi lateral kolon asendens, gejala klinis apendisitis ditentukan oleh letak apendiks
Persarafan parasimpatis berasal dari cabang nervus vagus yang mengikuti arteri mesenterika superior dan arteri apendikularis, sedangkan persarafan simpatis berasal dari nervus thorakalis X. Oleh karena itu, nyeri viseral pada apendistis bermula di sekitar umbilikus.
Pendarahan apendiks berasal dari arteri apendikularis yang merupakan arteri tanpa kolateral. Jika arteri ini tersumbat, misalnya karena trombosis pada infeksi, apendiks akan mengalami gangren.
Secara histologis, apendiks mempunyai basis stuktur yang sama seperti usus besar. Glandula mukosanya terpisahkan dari vascular submucosa oleh mucosa maskularis. Bagian luar dari submukosa adalah dinding otot yang utama. Apendiks terbungkus oleh tunika serosa yang terdiri atas vaskularisasi pembuluh darah besar dan bergabung menjadi satu di mesoapendiks. Jika apendik terletak retroperitoneal, maka apendik tidak terbungkus oleh tunika serosa.
Mukosa apendik terdiri atas sel-sel dari gastrointestinal endokrin system. Sekresi dari mukosa ini adalah serotonin dan terkenal dengan nama sel argentaffin. Tumor ganas paling sering muncul pada apendik dan tumbuh dari sel ini.
Patofisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml perhari. Lendir itu normalnya dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambatan aliran lendir di muara apendiks tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis.
Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan oleh GALT (gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna termasuk apendiks, ialah IgA. Imunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindungterhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfonodi di sini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh (De Jong, 2004).
Apendistis dapat di mulai dari obstruksi lumen oleh sumbatan feses atau fekalit. Hal ini sejalan dengan penelitian epidemiologi bahwa apendisitis berhubungan dengan kurangnya diet makanan berserat.
Pada stadium awal apendisitis, pada mukosa apendik terjadi peradangan. Peradangan ini secara cepat meluas melaluli submukosa menembus tunika muskularis dan tunika serosa. Eksudat fibropurulen yang dihasilkan oleh tunika permukaan serosa dan meluas ke permukaan peritonium, seperti di dinding abdomen yang menyebabkan peritonitis lokal.
Setelah stadium akut ini muncul mukosa glandular yang nekrosis muncul pada lumen, dan muncul pula menjadi infeksi/pus. Pada akhirnya, end arteri yang menyuplai apendiks akan terjadi trombosis dan apendiks yang tersumbat itu dapat menjadi nekrosis atau gangrenosa. Hal ini biasa muncul pada bagian distal dan apendiks mulai menjadi hancur atau pecah. Perforasi kemudian muncul sejalan dengan kontaminasi feses dan menyebar kedalam cavum peritoneum. Jika perforasi terbungkus oleh omentum atau perlengketan usus halus maka dapat muncul abses lokal. Jika tidak tertutup maka akan terjadi peritonitis yang menyebar keseluruh cavum peritoneum.
Patologi apendisitis dapat mulai di mukosa dan kemudian melibatkan seluruh lapisan dinding apendik dalam waktu 24-48 jam pertama. Usaha pertahanan tubuh adalah membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikuler yang secara salah dikenal dengan istilah infiltrat apendiks. Di dalamnya dapat terjadi nekrosis jaraingan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikuler akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat. (De Jong, 2004)
Apendik yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang di perut kana bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan sebagai mengalami eksaserbasi akut.
Pada anak-anak, karena omentum lebih pendek dan apendiks lebih panjang, dinding apendiks lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Manifestasi Klinis
Keluhan apendisitis biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah ke titik McBurney, yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi, tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual, dan muntah. Pada konstipasi yang diberikan obat pencahar akan berbahaya karena bisa mempermudah terjadinya perforasi.
Bila apendiks retrosekal retoperitoneal, karena letaknya letaknya terlindung oleh sekum, tanda nyeri perut kanan bawah tidak begitu jelas dan tidak ada tanda rangsangan peritoneal. Rasa nyeri lebih ke arah perut sisi kanan atau nyeri timbul pada saat berjalan karena kontraksi m.psoas mayor yang menegang dari dorsal.
Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan berulang-ulang. Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pada permulaan timbulnya penyakit belum ada keluhan abdomen yang menetap. Namun dalam beberapa jam nyeri abdomen kanan bawah akan semakin progresif, dan dengan pemeriksaan seksama akan dapat ditunjukkan satu titik dengan nyeri maksimal. Perkusi ringan pada kuadran kanan bawah dapat membantu menentukan lokasi nyeri. Nyeri lepas dan spasme biasanya juga muncul. Bila tanda rovsing, psoas, dan obturator positif, akan semakin menyakinkan diagnosis klinis apendisitis (Mansjoer, 2000)
Gejala apendisitis akut pada anak tidak spesifik. Gejala awalnya sering hanya rewel dan tidak mau makan. Anak sering tidak bias melukiskan rasa nyerinya. Dalam beberapa jam kemudian akan timbul muntah-muntah dan anak menjadi lemah dan letargik. Karena gejala yang tidak khas tadi. Sering apendisitis diketahui setelah perforasi. Pada bayi, 80-90% apendisitis baru diketahui setelah terjadi perforasi (De Jong, 2004)
Pada beberapa keadaan, apendisitis agak sulit didiagnosis sehingga tidak ditangani pada waktunya dan terjadi komplikasi. Misalnya, pada orang berusia lanjut yang gejalanya sering samara-samar saja sehingga lebih dari separuh penderita baru dapat didiagnosis setelah perforasi.
Pada kehamilan, keluhan utama apendisitis adalah nyeri perut, mual, dan muntah. Yang perlu diperhatikan ialah, pada kehamilan trimester pertama sering juga terjadi mual dan muntah. Pada kehamilan lanjut, sekum dan apendiks terdorong ke kraniolateral sehingga keluhan tidak dirasakan di perut kanan bawah tetapi lebih ke regio lumbal kanan.
Pemeriksaan
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 0C. Bila suhu lebih tinggi, mungkin sudah terjadi perforasi. Bisa terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal sampai 10C. Pada inspeksi perut tidak ditemukan gambaran spesifik. Kembung sering terlihat pada penderita dengan komplikasi perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses periapendikuler.
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan. Bisa disertai nyeri lepas. Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritonium parietale. Nyeri tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah akan dirasakan nyeri pada perut kanan bawah yang disebut tanda rovsing. Pada apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan adanya rasa nyeri.
Karena terjadi pergeseran sekum ke kraniolatero-dorsal oleh uterus, keluhan nyeri pada apendisitis sewaktu hamil trimester II dan III akan bergesr ke kanan sampai ke pinggang kanan. Tanda pada kehamilan trimester I tidak berbeda dengan pada orang hamil karena itu perlu dibedakan apakah kelhan nyeri bersal dari uterus atau apendiks. Bila penderita miring ke kiri, nyeri akan berpindah sesuai dengan pergeseran uterus, terbukti proses bukan berasal dari apendiks.
Peristaltik usus sering normal, peristaltik dapat hilang karena ileus paralitik pada peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.
Pemeriksaan colok dubur menyebabkan nyeri bila daerah infeksi bisa dicapai dengan jari telunjuk, misalnya pada apendisitis pelvika. Pada apendisitis pelvika tanda perut sering meragukan maka kunci diagnosis adalah nyeri terbatas sewktu dilakukan colok dubur.
Pemeriksaan uji psoas dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan otot psoas lewat hiperekstensi sendi panggul kakan atau fleksi aktif sendi panggul kakan, kemudian paha kakan ditahan. Bila apendik yang meradang menempel di m.psoas mayor, tindakan tersbut akan menimbulkan nyeri.
Uji obturator digunakan untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator internus yang merupakan dinding panggul kecil. Gerakan fleksi dan endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang akan menimbulkan nyeri pada apendisitis pelvika. (De Jong, 2004)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboraturium akan didapatkan pada pemeriksaan jumlah leukosit, akan terjadi leukositosis ringan (10.000-20.000/ml) dengan peningkatan jumlah netrofil. Pemeriksaan urin juga diperlukan untuk membedakannya dengan kelainan pada ginjal dan saluran kemih.
Pada kasus akut tidak diperbolehkan melakukan barium enema, sedangkan pada apendisitis kronis tindakan ini dibenarkan. Pemeriksaan USG dilakukan bila telah terjadi infiltrat apendikularis.
Saat ini banyak di diskusikan mengenai pemeriksaan imaging menggunakan CT scan. Pada literature disebutkan bahwa keakuratan pemeriksaan CT scan mencapai 98%. Namun pemeriksaan ini sangat mahal sehingga pemeriksaan ini baik dilakukan pada kasus yang sulit. (Santacroce, 2005)
Diagnosis Banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.
Gastroenteritis akut adalah kelainan yang sering dikacaukan dengan apendisitis. Pada kelainan ini muntah dan diare lebih sering. Demam dan lekosit akan meningkat jelas dan tidak sesuai dengan nyeri perut yang timbul. Lokasi nyeri tidak jelas dan berpindah-pindah. Hiperperistaltik merupakan gejala yang khas. Gastroenteritis biasanya berlangsung akut, suatu observasi berkala akan dapat menegakkan diagnosis.
Adenitis mesenterikum juga dapat menunjukkan gejala dan tanda yang identik dengan apendisitis. Penyakit ini lebih sering terjadi pada anak-anak, biasanya didahului infeksi saluran nafas. Lokasi nyeri diperut kanan tidak konstan dan menetap, jarang terjadi true muscle guarding (De Jong, 2004).
Divertikulitis meckeli juga menunjukkan gejala yang hampir sama. Lokasi nyeri mungkin lebih ke medial, tetapi ini bukan kriteria diagnosis yang dapat dipercaya. Karena kedua kelainan ini membutuhkan tindakan operasi, maka perbedaannya bukanlah hal penting.
Enteritis regional, amubiasis, ileitis akut, perforasi ulkus duodeni, kolik ureter, pada perempuan adalah (PID / pelvic inflamantory disease) salpingitis akut, kehamilan ektopik terganggu, dan kista ovarium terpuntir juga sering dikacaukan dengan apendisitis. Peneumonia lobus kanan bawah kadang-kadang juga behubungan dengan nyeri di kuadran kanan bawah (Santacroce, 2005)
Diagnosis
Meskipun pemeriksaan dilakukan dengan cermat dan teliti, diagnosis klinis apendisitis akut masih mungkin salah sekitar 15-20% kasus. Kesalahan diagnosis lebih sering pada perempuan dibanding laki-laki. Hal ini dapat disadari mengingat pada perempuan terutama yang masih muda sering timbul gangguan yang mirip apendisitis akut. Keluhan itu berasal dari genitalia interna karena ovulasi, menstruasi, radang di pelvis, atau penyakit ginekologi yang lain.
Untuk menurunkan angka kesalahan diagnosis apendisitis akut bila diagnosis meragukan, sebaiknya dilakukan observasi penderita di rumah sakit dengan pengamatan setiap 1-2 jam.
Foto barium kurang dapat dipercaya, penggunaan foto barium sangat berbahaya, kita tidak dapat memperediksi apakah apendisits itu perforasi atau tidak, jika penggunaan foto barium pada saat perforasi makan akan berbahaya yang menyebabkan terjadinya peritonitis. Ultrasonografi bisa meningkatkan akurasi diagnosis. Demikian pula laparoskopi pada kasus yang meragukan, CT scan dapat pula dilakukan (De Jong, 2004).
Tata Laksana
Sebelum operasi perlu dilakukan observasi dalam 8-12 jam setelah timbulnya keluhan, tanda dan gejala apendisitis sering kali masih belum jelas. Dalam keadaan ini observasi ketat perlu dilakukan. Pasien diminta melakukan tirah baring dan dipuasakan. Laksatif tidak boleh diberikan bila dicurigai adanya apendisitis ataupun bentuk peritonitis lainya. Pemeriksaan abdomen dan rektal serta pemeriksaan darah (leukosit dan hitung jenis lekosit) diulang secara periodik. Foto abdomen dan thorak tegak dilakukan untuk mencari kemungkinan adanya penyulit lain. Pada kebanyakan kasus, diagnosis ditegakkan dengan lokalisasi nyeri di daerah kanan bawah dalam 12 jam setelah timbulnya keluhan.
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi.
Pada apendisitis tanpa komplikasi biasanya tidak perlu diberikan antibiotika, keculai pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforata. Penundaan tindakan bedah sambil memberikan antibiotik dapat mengakibatkan abses atau perforasi.
Apendiktomi bisa dilakukan secara terbuka ataupun cara laparoskopi. Bila apendiktomi terbuka, incisi McBurney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang diagnosisnya tidak jelas bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostik pada kasus meragukan dapat segera menentukan akan dilakuakn operasi atau tidak.
Komplikasi
Komplikasi yang paling sering ditemukan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas maupaun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, dan lekuk usus halus sering disebut sebagai massa periapendikuler atau infiltrat.
Tanda-tanda perforasi meliputi meningkatnya nyeri, spasme otot dinding perut kuadaran kanan bawah dengan tanda peritonitis umum atau abses yang terlokalisasi, ileus, demam, malaise, dan leukositosis semakin jelas.
Sedangkan menurut mualai terjadinya komplikasi, komplikasi apendistis dapat dibagi menjadi tiga yaitu komplikasi segera, intermediate, komplikasi lanjut.
Komplikasi segera diantaranya adalah perdarahan, trombosis, peritonitis, perlengketan, dilatsi lambung akut.
Komplikasi intermediate salah satu contohnya adalah abses di daerah pelvinal, prerectal, perimetritis, subfrenik, dapat pula terjadi pyelopielitis, hemofilia, tromboflebitis femoralis, emboli pulmo, fistel luka operasi.
Untuk komplikasi lanjut yang dapat terjadi adalah hernia incisional, perlengketan usus atau streng ileus (Mansjoer, 2000)
Kesimpulan
Apendisitis adalah peradangan dari apendiks vermivormis, dan merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering. Penyakit ini dapat mengenai semua umur baik laki-laki maupun perempuan, tetapi lebih sering menyerang laki-laki berusia antara 10 sampai 30 tahun.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat peradangan sebelumnya, atau neoplasma.
Letak Apendik bermacam-macam sehingga manifestasi klinis nya berbeda-beda tergantung dari letak apendik itu sendiri.
Banyak pemeriksaan yang dapat dilakukan diantaranya pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pemeriksaan memerlukan kejelian dan ketelitian agar diagnosis dapat akurat, oleh karena itu pemeriksaan penunjang sangat membantu dalam menegakkan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang saat ini banyak di bicarak adalah penggunaan CT Scan sebagai alat Bantu karena keakuratannaya mendekati 100 %.
Penatalaksanaan apendisitis yang paling utama adalah apendiktomi. Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu-satunya pilihan yang baik adalah apendiktomi.